Menyelamatkan Kampung Toga sebagai Destinasi Wisata Unggulan
Sejak 2018,
pariwisata masuk ke dalam lima sektor prioritas pembangunan Indonesia, bersama
dengan sektor pangan, energi, maritim, dan kawasan industri ekonomi khusus. Bahkan
pada 2019, Kementrian Pariwisata mengumumkan akan mempercepat pembangunan
infrastruktur di destinasi-destinasi wisata prioritas.
Sektor
pariwisata memang sangat menguntungkan. Mengingat banyaknya kontribusi yang
diberikan oleh sektor ini terhadap perkembangan nasional melalui penerimaan
devisa, pendapatan daerah, pengembangan wilayah, maupun dalam penyerapan
investasi dan tenaga kerja serta pengembangan usaha yang tersebar di berbagai
pelosok wilayah di Indonesia. Artinya, kehadiran destinasi wisata di suatu
tempat sudah pasti disusul oleh pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Meskipun
demikian, pengelolaan sektor pariwisata nampaknya tidak mudah. Buktinya, ada
banyak sekali tempat wisata yang kehilangan daya tariknya. Hal tersebut
berpotensi menyebabkan kunjungan wisatawan berkurang dan membuat tempat wisata
tersebut menghilang, walaupun beberapa tahun sebelumnya sempat populer, seperti
Ngamplang Flamboyan Golf di Garut. Maka, pada pengelolaan sektor pariwisata
ini, daya tarik wisata harus selalu menjadi fokus utama. Destinasi wisata harus
selalu tampak menarik di mata wisatawan, agar terus ramai dikunjungi.
Hal utama yang
menjadi daya tarik suatu tempat adalah atraksi. Kehadiran atraksi cenderung
menarik banyak pengunjung untuk mendatangi suatu tempat. Hal ini terbukti
ketika awal mula paralayang hadir di Kampung Toga, kawasan tersebut ramai
dikunjungi oleh wisatawan juga masyarakat sekitar.
Dibandingkan
dengan kawasan wisata alam lain yang ada di Kabupaten Sumedang, Kampung Toga
merupakan tempat yang diunggulkan. Selain karena pilihan pariwisata alam di
Kabupaten Sumedang yang sudah terawat dan dikelola dengan baik masih kurang
beragam, beragam atraksi yang tersedia cenderung membuat wisatawan memilihnya
sebagai destinasi wisata. Selain atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan
akomodasi wisata juga ikut mempengaruhi eksistensi suatu destinasi wisata.
Kampung Toga
yang selama ini dianggap tempat wisata unggulan di Kabupaten Sumedang, faktanya
mengalami penurunan jumlah kunjungan sejak tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian
pada 2017 dan 2018, faktor penyebabnya adalah daya tarik wisata yang berkurang
kualitasnya. Hal ini semakin mempertegas bahwa daya tarik wisata memang kunci
utama untuk mempertahankan eksistensi suatu tempat wisata. Sebelum membahas
lebih lanjut mengenai penurunan kualitas daya tarik wisata di Kampung Toga, ada
baiknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan tempat ini. Setelah pengenalan
tentang Kampung Toga, tulisan ini akan membahas tentang alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengembalikan keunggulan Kampung Toga.
Tentang Kampung Toga
Kampung Toga
(Kampung Tanaman Obat-Obatan) merupakan alternatif pariwisata alam yang ada di
Kabupaten Sumedang. Kawasan ini terletak 3 km dari alun-alun Sumedang, tepatnya
di kecamatan Sukajaya. Berbagai macam fasilitas rekreasi dengan suasana
pedesaan Jawa Barat yang cocok sebagai tempat keluarga bersantai dan
menghabiskan waktu liburan membuatnya cenderung dikunjungi keluarga. Fasilitas
yang tersedia di kawasan ini antara lain villa, kolam renang, rumah makan, dan
wisata atraksi seperti outbond,
gantole, dan paralayang.
sumber: penginapan.net |
Hadirnya Kampung
Toga diprakarsai oleh Drs. Samsudin, seorang PNS yang tinggal di Sumedang.
Kesadarannya terhadap objek wisata yang dapat menarik pengunjung secara masif untuk
datang ke suatu tempat dengan segala fasilitas yang lengkap demi kepuasan para
pengunjung yang saat itu masih belum ada di Sumedang, menjadi awal munculnya
ide untuk mendirikan Kampung Toga pada 1997. Saat ini, Kampung toga mengangkat
motto “One Stop Adventure” sebagai
konsep pariwisata yang menyediakan fasilitas lengkap pada pengunjung, mulai
dari penginapan, makan, dan berwisata di satu kawasan tersebut. Pilihan
wisatanya pun beragam, mencakup udara, air, dan darat. Sehingga. dengan hanya mengunjungi
Kampung Toga, wisatawan bisa mengeksplor berbagai wahana dan aktivitas.
Penurunan Jumlah Pengunjung
Sebagai tempat
wisata yang diunggulkan masyarakat Sumedang, bukan berarti Kampung Toga tidak
mengalami kesulitan. Sebaliknya, tempat wisata yang banyak dikunjungi harus
diimbangi dengan pengelolaan tempat wisata yang baik. Jika tidak, pihak
pengelola akan kewalahan sehingga kualitas tempat wisata tersebut akan
berkurang. Lambat laun, hal itu akan memicu pengurangan jumlah wisatawan yang
berkunjung.
Lonjakan
wisatawan yang mengunjungi Kampung Toga terhenti sejak 2012. Bahkan penurunan
jumlah wisatawan di tahun 2012 ke 2013 mencapai 76% (Setiarini, 2017). Sepanjang
2015, rata-rata jumlah pengunjung Kampung Toga hanya 741 pengunjung per bulan,
padahal pada 2012 rata-rata pengunjung bisa mencapai 4.437 per bulan.
Melihat permasalahan
tersebut, dapat diasumsikan bahwa Kampung Toga telah kehilangan daya tariknya.
Hal ini juga dibenarkan oleh salah satu penelitian mengenai daya tarik wisata
di Kampung Toga pada 2017. Penelitian tersebut menganalisis testimoni
pengunjung yang dipublikasikan di beberapa situs di internet. Beberapa testimoni
yang bersebaran di internet mengenai Kampung Toga (Wibowo, 2017), diantaranya:
1.
Winasheila.blogspot.co.id
(2016) “Kolam renangnya bermacam-macam tapi kondisinya tidak terawat dan banyak
sampah berserakan.”
2.
Seetiawan.blogspot.co.id (2016)
“pada saat saya kesana, saung di sekitar kolamnya pada rusak, sayang sekali
tidak terurus.”
3.
Sumedangsharing.blogsot.co.id
(2015) “Waktu ke Kampung Toga waterboomnya tidak jalan, jadi cuma renang
doang.”
4.
www.wewengkomsumedang.com (2016)
“pas liburan kemarin sempat menginap di villanya, villanya seperti tidak
terawat, banyak debu dan didepannya banyak sampah menunpuk. “
Melihat
permasalahan-permasalahan yang dialami pengunjung, dapat disimpulkan bahwa daya
tarik wisata yang menghilang dari Kampung Toga adalah fasilitas yang tidak
terurus. Hal ini sangat berdampak pada kepuasan pengunjung. Jika pengunjung dibiarkan
merasa tidak nyaman dengan fasiltas yang ada, kemungkinan pengunjung tersebut
kembali berwisata di Kampung Toga sangat kecil. Bahkan, kemungkinan terburuknya
adalah mereka bisa memberikan rekomendasi yang buruk kepada teman-temannya yang
seharusnya bisa menjadi pengunjung potensial.
Selain kendala
terkait kurang terurusnya fasilitas, daya tarik wisata berupa aktivitas wisata
juga sangat mempengaruhi. Saat ini, Kampung Toga sudah memiliki aktivitas
wisata berupa paralayang, gantole, rafting,
dan outbond. Namun, pengunjung
cenderung dating hanya untuk menonton aktivitas wisata tersebut, bukan untuk
mencobanya sendiri. Contohnya, ketika saya mengunjungi Kampung Toga pada 2016
di sore hari, banyak sekali orang yang berkerumun menonton atraksi paralayang. Sementara,
mereka yang benar-benar berniat untuk mencoba atraksi tersebut dapat dihitung
jari. Mereka yang menonton pertunjukan tentu tidak akan terus menerus kembali
hanya untuk menontonnya lagi dan lagi. Cukup menonton satu atraksi paralayang
saja, sudah bisa memuaskan rasa penasaran mereka. Selanjutnya, mereka mungkin
berpotensi untuk mencoba atraksi tersebut. Namun, biasanya terkendala dengan
biaya atraksi yang cukup mahal. Menyadur dari penginapan.net (2020), biaya
untuk menikmati wahana paralayang mencapai Rp250.000,- per satu kali terbang.
Selain
aktivitas-aktivitas yang disediakan, pihak pengelola juga menyatakan bahwa
untuk meningkatkan jumlah kunjungan, banyak aktivitas wisata yang perlu
dikembangkan. Namun, pihak pengelola terkendala dengan masalah pendanaan.
Sehingga, mereka hanya bisa mengoptimalisasikan apa yang sudah ada saat ini
(Wibowo, 2017). Namun demikian, permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan
solusi agar Kampung Toga tetap menjadi objek wisata unggulan yang dibanggakan
masyarakat Sumedang.
Misi Penyelamatan Kampung Toga
Selama ini Kampung
Toga hanya dikelola oleh pihak swasta. Maka, modal yang diperlukan untuk
membangun kawasan wisata seluas 2 km ini tentu sangat besar. Hal ini membuat
pihak pengelola kesulitan memaksimalkan pengelolaannya. Sebagai mana disampaikan
oleh pihak pengelola sebelumnya (Wibowo, 2017), bahwa mereka menyadari adanya
banyak kekurangan di Kampung Toga ini, namun modal menjadi kendala utama yang
membuat mereka tidak bisa berbuat banyak.
Selain itu, perawatan
fasilitas wisata memang memerlukan biaya yang cukup besar. Pihak pengelola
pertama-tama harus menerima fakta ini. Selanjutnya, pihak pengelola bisa mulai
mencari sumber dana lain untuk memenuhi kebutuhan operasional. Dikarenakan
tiket masuk yang dibayarkan pengunjung tidak bisa memenuhi kebutuhan
operasional dan berdampak pada kurang diperhatikannya fasilitas wisata untuk
pengunjung, maka sudah saatnya pihak pengelola mulai membuka peluang-peluang
untuk mendapatkan dana dari sumber lain.
sumber: tourbandung.id |
Sebagai contoh, Kampung
Toga bisa menguatkan program promosi dan marketing melalui kerja sama dengan
komunitas, organisasi, atau bahkan instansi pemerintahan yang memerlukan tempat
untuk mengadakan kegiatan. Dengan dijadikannya Kampung Toga sebagai tempat
penyelenggaraan kegiatan, Kampung Toga telah melakukan promosi secara langsung.
Para pengunjung kegiatan dapat secara langsung mengeksplor tempat tersebut,
sehingga mereka berpotensi kembali sebagai pengunjung atau wisatawan secara
individu dan membawa keluarga mereka untuk berlibur di kemudian hari.
Selain masalah
terkait fasilitas yang kurang memuaskan pengunjung, Kampung Toga juga perlu
mengelola aktivitas wisata yang telah tersedia. Pengelolaan yang dimaksud
adalah terkait penjadwalan aktivitas wisata, tim pengisi aktivitas wisata,
serta penyesuaian biaya dan promo-promo. Misalnya, dengan membayar tiga tiket
wahana paralayang, pengunjung mendapatkan satu tiket gratis.
Disamping itu,
pengelolaan aktivitas wisata bisa menggunakan biaya yang minim selama mengembangkan
aktivitas wisata berbasis komunitas. Maksudnya, pihak pengelola menyerahkan
pengembangan dan pengelolaan aktivitas wisata yang ada di Kampung Toga melalui
kerja sama dengan komunitas. Pada dasarnya, komunitas memerlukan tempat untuk
berkespresi dan Kampung Toga bisa memfasilitasi tempat yang dibutuhkan
komunitas tersebut. Sementara, Kampung Toga memerlukan massa untuk menjadi
wisatawan dan meningkatkan tingkat kunjungan. Di sinilah peran komunitas
diperlukan, karena komunitas memiliki massa dan mampu menyelenggarakan sejumlah
kegiatan yang bisa mempengaruhi jumlah pengunjung Kampung Toga.
Pengembangan tempat
wisata berbasis komunitas ini sudah banyak dilakukan oleh beberapa kawasan lain
dan berhasil meningkatkan jumlah kunjungan di kawasan tersebut, salah satunya
kawasan-kawasan pariwisata di Kulon Progo. Hasil penelitian tahun 2015
menunjukan bahwa pengembangan pariwisata berbasis komunitas di Kabupaten Kulon
Progo berhasil menjadikan pariwisata di Kabupaten Kulon Progo menjadi
alternatif sumber pendapatan pemerintah daerah, menjadi sarana pengembangan dan
pelestarian kebudayaan daerah yang sudah hampir dilupakan dan mampu bersaing
dengan daerah lain (Rahayu, dkk., 2015).
Pengembangan
pariwisata berbasis komunitas yang dapat diterapkan oleh Kampung Toga dapat
dimulai dengan menjalin komunikasi terlebih dahulu dengan beberapa komunitas yang
telah mengisi aktivitas wisata di Kampung Toga. Komunikasi diarahkan pada
proses pembuatan perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan satu sama
lain. Komunitas juga diberikan kepercayaan untuk mengelola rangkaian aktivitas
wisata di Kampung Toga. Namun, komunitas juga harus memberikan laporan yang
tersusun secara rapih sehingga proses evaluasi dapat dilakukan dikemudian hari.
Dengan kedua
misi penyelamatan di atas, Kampung Toga bisa mengembalikan eksistensinya
sebagai objek wisata unggulan. Namun, pada era digital saat ini, selain
optimalisasi dua pengembangan di atas, diperlukan juga program promosi dengan
optimalisasi media sosial.
Walaupun proses
mempertahankan pengembangan yang sudah dilakukan tidak mudah. Bukan berarti
tidak dapat dilakukan. Bagaimana pun, dengan melakukan optimalisasi pada
pengembangan pariwisata, dampak baik untuk Kampung Toga bisa dinikmati kemudian
hari.
Sumber referensi:
Rahayu, Sugi.,
dkk. (2015). Pengembangan Pariwisata
Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) Di Kabupaten Kulon Progo Daerah
Istimewa Yogyakarta. Diakses dari: https://eprints.uny.ac.id/36336/1/Sugi%20Rahayu_HB_2015.pdf
Kementerian Pariwisata (2019, 09-11). Siaran Pers : Pemerintah Pastikan
Pembangunan Infrastruktur di 5 Destinasi Super Prioritas Pariwisata Dipercepat.
Diakses dari: https://www.kemenpar.go.id/post/siaran-pers-pemerintah-pastikan-pembangunan-infrastruktur-di-5-destinasi-super-prioritas-pariwisata-dipercepat
Wibowo, Yoga
Barata Ari. (2017). Pengembangan Atraksi
Wisata Guna Meningkatkan Kunjungan Wisatawan di Kawasan Wisata Kampung Toga
Kabupaten Sumedang. Diakses dari: http://repository.upi.edu/28990/4/S_MRL_1101002_Chapter%201.pdf
Septiarini,
Astri Pepy. (2017). Pengaruh Daya Tarik
Wisata Terhadap Kepuasan Wisatawan di Kampung Toga Kabupaten Sumedang. Diakses
dari: http://repository.upi.edu/30238/4/S_GEO_1301332_Chapter1.pdf
Panca, Anang. (2020). Wisata Komplet dan Asri, Ini Fasilitas & Harga Tiket Kampung Toga
Sumedang. Diakses dari: https://penginapan.net/wisata-komplet-dan-asri-ini-fasilitas-harga-tiket-kampung-toga-sumedang/
Disparbud Jabar.
(2011, 12-06). Kampung Toga. Diakses dari:
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=1024&lang=id
Komentar
Posting Komentar